Nama : Octaviani Saputri
Kelas : 2PA11
NPM : 19511265
|
I. PENDAHULUAN
Teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan perkembangan pola berfikir umat manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai naluri ingin tahu, ingin mengenal, ataupun berkomunikasi. Inovasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil menemukan dan menciptakan antara lain telepon, handpone, komputer dan internet. Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet, maka manusia dapat mengetahui apa yang terjadi didunia ini dalam hitungan detik, dapat berkomunikasi dan mengenal orang dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Inilah yang dikenal orang dengan sebutan dunia maya atau Cyber Space. Perkembangan teknologi informasi ini banyak manfaat yang positif dalam memudahkan umat manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan melalui dunia cyber, seperti: e-travel yang berhubungan dengan pariwisata, e-banking yang berhubungan dengan perbankan electronic mail atau e-mail, e-commerce yang berhubungan dengan perdagangan.
Pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi disamping memberi manfaat bagi kemaslahatan
masyarakat, disisi lain memiliki peluang untuk digunakan sebagai alat untuk
melakukan kejahatan. Kejahatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi dapat terjadi pada kejahatan biasa maupun yang secara khusus
menargetkan kepada sesama infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi
sebagai korbannya, dimana dampak dari kejahatan yang muncul dari penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi secara negatif dapat menyebabkan runtuhnya
sistem tatanan sosial, lumpuhnya perekonomian nasional suatu negara, lemahnya
sistem pertahanan dan keamanan serta juga dapat memiliki peluang untuk
digunakan sebagai alat teror.
Dampak negatif
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut sesungguhnya dewasa
ini dan pada masa mendatang patut mendapat perhatian kita dengan seksama,
khususnya dengan mencermati kejahatan dunia maya baik kejahatan yang bersifat
konvensional yang difasilitasi oleh teknologi canggih maupun muncul dan
berkembangnya kejahatan baru (new crime) dengan teknologi canggih tersebut.
Sektor perbankan yang dewasa ini mengembangkan electronic banking transaction
pada hakekatnya merupakan mekanisme transaksi jarak jauh dilakukan tanpa saling
bertemu secara fisik antara konsumen (nasabah) dengan penyedia jasa bank.
electronic banking transaction digunakan untuk memberikan kemudahan,
fleksibilitas, efisiensi dan kesederhanaan pelayanannya. Pada sisi lain.
Electronic banking transaction tidak dapat dihindari akan munculnya kejahatan
baru (new crime) yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang dengan
membawa akibat kerugian yang tidak kecil bagi masyarakat dan bahkan negara,
misalnya pembobolan keuangan diperbankan yang menimbulkan kerugian bagi
nasabah dan pencurian bahan informasi milik nasabah. Internet merupakan
sarana yang dipergunakan pelaku-pelaku tersebut.
Kejahatan menggunakan
sarana internet memiliki karakteristiknya tidak hanya lingkup nasional namun
juga bersifat global oleh karena dapat menembus ruang dan waktu, tidak ada
batas negara, tidak mengenal yurisdiksi, dan dapat dilakukan dari mana saja
dan kapan saja. Mencermati perkembangan pesat kejahatan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi seperti halnya kejahatan dengan menggunakan
internet, kita dihadapkan suatu kenyataan bahwa hukum sepatutnya mampu
mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
khususnya kejahatan menggunakan internet seperti internet fraud, paling tidak
jangan sampai tertinggal sehingga tidak mampu/tidak dapat mengatasi kejahatan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
II. KRIMINALISASI KEJAHATAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI
Kemunculan internet dapat dikatakan merupakan hasil dari revolusi informasi yang sangat mengagumkan, membanggakan oleh karena secara mendasar mengandung ciri praktis dan memudahkan, baik untuk penggunaan secara orang perorangan maupun organisasi atau institusional, dalam berbagai aspek kehidupan. Ciri tersebut tidak terlepas dari kekuatan dan kecepatan internet dalam tatanan operasionalnya yang antara lain dapat menembus ruang dan waktu. Dengan ciri dan sifat internet yang demikian itu, maka patut dicermati bahwa penyalahgunaan internet membawa dampak negatif dalam bentuk munculnya jenis kejahatan baru seperti:
·
hackers membobol komputer milik bank dan memindahkan dana secara
melawan hukum;
·
pelaku mendistribusikan gambar pornografi anak;
·
teroris menggunakan internet untuk merancang dan melaksanakan
serangan;
·
penipu menggunakan kartu kredit milik orang lain untuk
berbelanja di internet.
Uraian berikut ini
bukanlah untuk mengupas segi teknis operasionalisasi electronic banking
dengan menggunakan internet banking, namun membatasi pada kejahatan dengan
penggunaan sarana internet.
Internet fraud dapat
dikatakan merupakan kejahatan yang berbasis komputer. Pada umumnya perbuatan
penipuan adalah suatu kejahatan konvensional yang dilakukan di dunia nyata.
Namun karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka modus
operandi kejahatan penipuan beralih menggunakan pemanfaatan teknologi
tersebut dan dampaknya juga ada pada dunia nyata seperti adanya pihak atau
korban yang dirugikan baik manusia orang perorangan maupun organisasi atau
instansi.
Internet Fraud atau
tindak pidana penipuan melalui media internet telah merambah di Indonesia,
dengan korban warga negara asing ataupun warga negara Indonesia. Dari sudut
penegakan hukum atas internet fraud, masih dihadapkan pada perbedaan
pendapat, yakni ada yang berpendapat bahwa kejahatan ini termasuk dalam
wilayah kejahatan dunia maya dan sebagian lagi menyebutkan bahwa kejahatan
tersebut adalah kejahatan konvensional yang ada aturannya didalam KUHP.
Mencermati fenomena kejahatan internet fraud tersebut dan memahami bahwa
Indonesia sebagai negara hukum, maka fenomena tersebut seyogyanya perlu
ditanggulangi agar penegakan hukum lebih efektif dan berkepastian hukum.
Kriminalisasi internet fraud akan dapat memperkuat sistem hukum pidana
selaras dengan asas legalitas dan memperhatikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman didalam Pasal 16 ayat 1 menegaskan bahwa
”Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Disamping itu, kebijakan
kriminalisasi internet fraud tersebut harus dapat menjaga kepentingan hukum
baik nasional maupun internasional/multilateral dalam kerangka kerjasama
pemberantasan kejahatan yang berdemensi lintas batas negara.
Berkenaan dengan upaya
untuk penanggulangan fenomena meningkatnya internet fraud, maka pilihan
kebijakan antara lain dapat dilakukan melalui pendekatan legislasi, misalnya
menyempurnakan atau mengamandemen Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
membuat peraturan perundang-undangan tersendiri mengenai kejahatan teknologi
informasi dan komunikasi dan sebagainya.
III. ATURAN HUKUM DALAM BENTUK PERUNDANG-UNDANGAN
Ada ungkapan hukum yang terkenal ”hukum ketinggalan dari peristiwanya” (Hinkt Achter de Feiten Aan), hukum yang dimaksud disini adalah peraturan perundang-undangan. Hal tersebut diatas tentunya terkait dengan kebijakan kriminalisasi yang berhubungan dengan kejahatan dunia maya.
Kebijakan untuk
melakukan kriminalisasi memerlukan:
·
harmonisasi materi atau substansi tindak pidana;
·
harmonisasi kebijakan formulasi tindak pidana.
Kajian kedua
harmonisasi tersebut sebaiknya dilakukan dengan mencermati perkembangan
ditingkat nasional, regional maupun internasional, karena dunia cyber
menyangkut bukan saja kepentingan nasional tetapi regional dan internasional.
Berkaitan dengan
harmonisasi materi/substansi tindak pidana, diperlukan masukan dari
pakar-pakar dibidang cyber, karena mereka lebih mengetahui perbuatan apa dan
bagaimana yang dipandang sangat merugikan atau membahayakan sehingga patut
dikriminalisasikan, sedangkan untuk masalah yang berkaitan dengan harmonisasi
kebijakan formulasi tindak pidana perlu dikaji apakah kebijakan
formulasi/legislasi tindak pidana dibidang teknologi cyber ini dimasukan
dalam undang-undang khusus (seperti Rancangan Undang-Undang Cyber Crime,
Rancangan Undang-Undang Teknologi Informasi) atau diintegrasikan dalam
undang-undang yang berlaku umum (seperti Rancangan Undang-Undang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana).
Dalam RUU KUHPidana
tahun 2006 telah mengatur masalah-masalah cyber crime:
1.
Penggunaan dan Perusakan Informasi Elektronik dan Domain
Pasal 373
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori
IV, setiap orang yang menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh,
mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan/atau
sistem elektronik.
Pasal 374
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori
II penyelenggara agen elektronik yang tidak menyediakan fitur pada agen
elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunaannya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Pasal 375
1.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau
pidana denda paling banyak Kategori IV setiap orang yang memiliki dan
menggunakan nama domain berdasarkan itikad tidak baik melanggar persaingan
usaha tidak sehat dan melanggar hak orang lain.
2.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
2.
Tanpa Hak Mengakses Komputer dan Sistem Elektronik
Pasal 376
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori
IV setiap orang yang:
o
menggunakan, mengakses komputer, dan/atau sistem elektronik
dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak,
atau menghilangkan informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional
yang dapat meyebabkan gangguan atau bahaya terhadap negara dan/atau hubungan
dengan subjek hukum internasional;
o
melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan
transmisi dari program, informasi, kode atau perintah komputer dan/atau
sistem elektronik yang dilindungi negara menjadi rusak;
o
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam
maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer dan/atau sistem
elektronik yang dilindungi oleh negara;
o
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik milik pemerintah yang dilindungi secara tanpa hak;
o
menggunakan dan/atau mengakses tanpa hak atau melampaui
wewenangnya, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara,
yang mengakibatkan komputer dan/atau sistem elektronik tersebut menjadi
rusak;
o
menggunakan dan/atau mengakses tanpa hak atau melampaui
wewenangnya, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh
masyarakat, yang mengakibatkan komputer dan/atau sistem elektronik tersebut
menjadi rusak;
o
mempengaruhi atau mengakibatkan terganggunya komputer dan/atau
sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah;
o
menyebarkan, memperdagangkan, dan/atau memanfaatkan kode akses
(password) atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat
digunakan menerobos komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan
menyalahgunakan komputer dan/atau sistem elektronik yang digunakan atau
dilindungi oleh pemerintah;
o
melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan
maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara
dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun;
atau
o
melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan
maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara
dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun.
Pasal 377
Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
atau pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak Kategori VI,
setiap orang yang menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud memperoleh, mengubah,
merusak, atau menghilangkan informasi milik pemerintah yang karena statusnya
harus dirahasiakan atau dilindungi.
Pasal 378
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak
Kategori VI, setiap orang yang:
o
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya dengan maksud
memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari Bank Sentral,
lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu
pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya;
o
menggunakan data atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit
atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi
elektronik untuk memperoleh keuntungan;
o
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik Bank Sentral, lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan yang
dilindungi secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, dengan maksud
menyalahgunakan, dan/atau untuk mendapatkan keuntungan daripadanya; atau
o
menyebarkan, memperdagangkan, dan/atau memanfaatkan kode akses
atau informasi yang serupa dengan hal tersebut yang dapat digunakan menerebos
komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan yang
akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik Bank Sentral, lembaga
perbankan dan/atau lembaga keuangan, serta perniagaan di dalam dan luar
negeri.
3.
Pornografi Anak Melalui Komputer
Pasal 379
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda Kategori IV setiap
orang yang tanpa hak melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan pornografi
anak berupa:
.
memproduksi pornografi anak dengan tujuan untuk didistribusikan
melalui sistem komputer;
a.
menyediakan pornografi anak melalui suatu sistem komputer;
b.
mendistribusikan atau mengirimkan pornografi anak melalui sistem
komputer;
c.
membeli pornografi anak melalui suatu sistem komputer untuk diri
sendiri atau orang lain; atau
d.
memiliki pornografi anak di dalam suatu sistem komputer atau
dalam suatu media penyimpanan data komputer.
Disamping itu Buku
Kesatu, Ketentuan Umum RUU KUHPidana, mendefinisikan kata ”masuk”, yaitu:
masuk adalah termasuk mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer.
(Pasal 186)
Sedangkan yang
dimaksud dengan sistem komputer adalah suatu alat atau perlengkapan atau
suatu perangkat perlengkapan yang saling berhubungan atau terkait satu sama
lain, satu atau lebih yang mengikuti suatu program, melakukan prosesing data
secara atomatik (Pasal 206).
IV. ATURAN HUKUM FORMIL BERKAITAN DENGAN INTERNET FRAUD
Beberapa hal yang menonjol dari penerapan sistem electronic transaction seperti halnya menggunakan internet pada perbankan adalah berupa paparless document atau digital document yang merupakan document electronik. Iinternet fraud juga menghasilkan document electronic dengan permasalahan pada segi pembuktian document electronic secara yuridis.
Alat bukti melalui
teknologi moderen permasalahan keabsahan hukum yakni mengenai sejauhmana
dapat digunakan sebagai pembuktian di depan pengadilan. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184
ayat 1 merinci alat bukti terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Ketentuan alat bukti di dalam KUHAP
tersebut yang merupakan lex generalis, dapat dikesampingkan dalam hal telah
adanya suatu undang-undang yang memuat ketentuan acara khusus seperti Undang-Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
Berkaitan dengan
masalah alat bukti, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 antara lain diatur
mengenai dokumen-dokumen perusahan yang tidak berupa kertas dan mengenai
mikrofilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya yang dapat menjadi alat
bukti yang sah. Selanjutnya catatan tersebut ditandatangani oleh pejabat atau
pimpinan perusahaan. Catatan yang berupa neraca tahunan, perhitungan laba
rugi tahunan atau tulisan lain yang menggambarkan neraca dan laba rugi harus
dibuat dalam bentuk kertas. Di sisi lain, catatan yang berbentuk rekening,
jurnal transaksi harian atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai
hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha
suatu perusahan dibuat diatas kertas atau dalam sarana lainnya. Penggunaan
sarana lainnya disini adalah dengan menggunakan alat bantu untuk memproses
pembuatan dokumen perusahaan yang sejak semula tidak dibuat di atas kertas,
misalnya menggunakan pita magnetik atau disket.
Selanjutnya diatur
bahwa dokumen perusahaan baik yang semula dalam bentuk kertas atau bukan
kertas dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya. Menurut
undang-undang dimaksud beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan
ke dalam Mikrofilm atau Media lainnya dan Legalisasi, dokumen perusahaan yang
telah dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti yang sah. Hal ini merupakan hal yang baru dalam khasanah
alat bukti yang berlaku hingga saat ini, alat bukti yang berupa mikrofilm dan
sejenisnya diakui sebagai alat bukti.
Dalam aspek
pembuktian, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, sebagian kebutuhan dalam hal pembuktian boleh diakomodir,
karena Undang-Undang tersebut memungkinkan dokumen perusahaan yang semula
dibuat dalam bentuk bukan kertas seperti disket setelah dialihkan ke dalam
mikrofilm, CD Rom, CD Word dan sejenisnya, menjadi alat bukti yang sah.
Demikian hal-hal yang
dapat disampaikan dalam makalah ini, dan semoga dapat menjadi bahan yang
bermanfaat bagi kepentingan penegak hukum di tanah air kita khususnya dalam
penanggulangan internet fraud.
Sumber :
|