Rabu, 29 Mei 2013

Hubungan Interpersonal, Cinta dan Perkawinan

A. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan kadar melainkan juga menentukan hubungan.

1. Menjelaskan Model Pertukaran Sosial & Analisis Transaksional

Pertukaran Sosial
 Teori pertukaran sosial adalah salah satu teori sosial yang mempelajari bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain , kemudian seseorang itu menentukan keseimbangan antara pengorbanan dan keuntungan yang didapatkan dari hubungan itu . Setelah seseorang menentukan keseimbangannya , ia akan menentukan jenis hubungan dan kesempatan memperbaiki hubungan / tidak sama sekali.

Analisis Transaksional
Analisis Transaksional ( AT ) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Analisis Transaksional ( AT ) dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Pendekatan analisis transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak.
Pada dasarnya teori analisis transaksional berasumsi bahwa orang - orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir, dan memutusakan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan - perasaannya.

2. Menjelaskan Pembentukan Kesan & Ketertarikan Interpersonal Dalam Memulai Hubungan
Ellen Berscheid, menyatakan bahwa apa yang membuat orang - orang dari berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang - orang lain membuat individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya, dan keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi utama manusia adalah ’ ekspresi diri ’ (self expression).
Penyebab ketertarikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam hubungan yang erat meliputi :

- Aspek kedekatan
- Kesamaan
- Kesukaan timbal balik
- Ktertarikan fisik dan kesukaan

Teori Ketertarikan Interpersonal :

 - Social Exchange Theory
Teori ini mengacu pada pernyataan sederhana bahwa relasi berlangsung mengikuti model ekonomi ‘costs and benefits’ seperti kondisi pasar, yang telah diperluas oleh para psikolog dan sosiolog menjadi teori pertukaran sosial ( social exchange theory ) yang lebih kompleks.
Teori pertukaran sosial menyatakan bahwa perasaan orang tentang suatu hubungan tergantung pada persepsinya mengenai hasil positif ( rewards ) dan ongkos ( costs ) hubungan, jenis hubungan yang mereka jalani, dan kesempatan mereka untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.

- Equity Theory
Beberapa peneliti mengritik teori pertukaran sosial yang mengabaikan pentingnya keadilan atau keseimbangan dalam hubungan. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa orang tidak sekedar berusaha mendapatkan rewards sebanyak - banyaknya dan mengurangi costs, melainkan juga peduli mengenai keseimbangan dalam hubungan, yaitu bahwa rewards dan costs yang mereka alami dan kontribusi yang mereka berikan dalam hubungan tersebut kira - kira seimbang dengan pihak lain. Teori ini menggambarkan bahwa hubungan yang seimbang adalah yang membahagiakan dan relatif stabil.

3. Menjelaskan Peran , Konflik dan Adequacy Peran, Autensitas Dalam Hubungan Peran.

Peran
Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai - nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model - model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut :
1. Secara implicit bermain peran mendukung situasi belajar berdasarkan pengalaman. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
2. Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama ( jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan ).
3. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan.
4. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan.

Konflik
Adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang ( masalah intern ) maupun dengan orang lain ( masalah ekstern ) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan, adanya ketegangan, atau munculnya kesulitan - kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak - pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing - masing.

Adequancy Peran & Autentisitas Dalam  Hubungan Peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu - individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan - harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran - peran tersebut.

4. Menjelaskan Intimasi & Hubungan Pribadi
Kebutuhan intimacy merupakan suatu kebutuhan akan hubungan dengan orang lain dan merupakan kebutuhan terdalam pada diri setiap manusia untuk mengetahui seseorang secara lebih dekat, seperti merasa dihargai, diperhatikan, saling bertukar pendapat,  keinginan untuk selalu berbagi dan menerima serta perasaan saling memiliki sehingga  terjalin keterikatan yang semakin kuat dan erat.
Faktor penyebab intimacy :
- Keluasan : seberapa banyak aktifitas yg dilakukan bersama
- Keterbukaan : adanya saling keterbukaan diri
- Kedalaman : saling berbagi
Proses terbentukan intimacy :
Penerimaan  diri  ­  Saling  berinteraksi  ­  memberi  respon  atau  tanggapan perhatian rasa percaya  ­ kasih sayang ­ mempunyai  minat yang sama ­ berhubungan seksual.

5. Menjelaskan Intimasi & Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1) kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh
(2) kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan
(3) kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia
(4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup
(5) kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus .

B. Cinta dan Perkawinan
            Kebanyakan orang menyukai cerita cinta, termasuk cerita mereka sendiri. Cinta, bagi beberapa orang, merupakan candu kelekatan yang kuat, mencemaskan, dan penuh ketergantungan. Kisah-kisah yang sudah dimulai, sulit diubah karena akan melibatkan interpretasi dan organisasi ulang atas semua yang pasangan telah pahami tentang hubungan mereka (Stenberg, 1995). Menurut subteori Stenberg yang lain, subteori segitiga cinta (triangular subtheory of love) bahwa pola cinta berkisar pada keseimbangan antara tiga elemen yaitu keintiman, gairah, dan komitmen. Selama dua abad ini, pada masyarakat barat dan beberapa non-barat (Goleman, 1992), pernikahan telah dibangun atas dasar cinta. Peribahasa “sifat saling berlawanan saling membuat tertarik” tidak lahir dari penelitian, tapi tidak juga berarti bahwa orang dewasa memilih pasangan yang serupa dengan mereka.

1. Bagaimana memilih pasangan?
Secara historis dan di semua penjuru budaya, cara yang paling lazim memilih pasangan adalah perjodohan, baik oleh orang tua atau pencari jodoh professional. Baru pada masa modern kebebasan memilih pasangan berdasarkan rasa cinta menjadi norma di dunia barat (Broude, 1994;Ingoldsby, 1995). Menurut Stenberg, pasangan cenderung merasa paling bahagia ketika segitiga mereka cukup mendekati cocok (Stenberg, dalam proses cetak). Pasangan menikah bahagia hanya sedikit cocok pada agreeableness dan tidak pada dimensi kepribadian yang lain. Pasangan yang tidak bahagia menunjukkan korelasi yang jauh lebih lemah, baik positif maupun negative. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa kemiripan atau perbedaan kepribadian sedikit berhubungan dengan pemilihan pasangan atau dengan kecenderungan kebahagiaan pernikahan (Gattis et al., 2004). Disisi lain, penelitian Longitudinal Seattle (the Seattle Longitudinal Study), suatu penelitian besar tentang kecerdasan orang dewasa, menemukan fungsi intelektual yang sangat mirip pada pasangan menikah (Schaie, 2005).

2. Seluk beluk hubungan dalam perkawinan
Di kebanyakan masyarakat, lembaga pernikahan dianggap cara terbaik untuk memastikan anak dibesarkan secara baik-baik. Pernikahan memungkinkan pembagian tugas di dalam satuan penggunaan sumber daya dan kerja. Idealnya, pernikahan memberikan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional, juga sebagai sumber identias dan harga diri (Gardiner & Kosmitzky, 2005; Myers, 2000). Dalam beberapa tradisi filsafat Timur tertentu, pernikahan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan dianggap penting demi pemuasan spiritual dan bertahan hidupnya spesies (Gardiner & Kosmitzky, 2005). Kini, di banyak bagian Negara-negara industry, keuntungan-keuntungan penting pernikahan, seperti ekspresi seksual, keintiman, dan keamanan ekonomi, tidak terbatas oleh pernikahan. Memang, dengan perubahan pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan, meningkatnya kohabitasi, perceraian, dan pernikahan kembali, dan membesarkan anak diluar pernikahan, dan gerakan meligitimasi pernikahan sesama jenis, seorang peniliti (Cherlin, 2004) melihat tren menuju deinstitusionalisasi pernikahan melemahnya norma-norma social yang sebelumnya membuat pernikahan hampir dipahami secara universal.

3. Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Orang-orang yang menikah cenderung lebih bahagia daripada orang yang tidak menikah, walaupun mereka yang pernikahannya tidak membahagiakan lebih tidak bahagia daripada mereka yang tidak menikah atau bercerai (Myers, 2000).
  
4. Perceraian dan pernikahan kembali
Makin tinggi penghasilan perempuan, makin kecil kemungkinan ia bertahan di pernikahan yang buruk dan perempuan sekarang lebih cenderung menginisiasi perceraian daripada laki-laki. Menurut sebuah survei telepon acak terhadap 1.704 individu menikah, kemungkinan terbesar yang mana pun dari pasangan menyebut-nyebut perceraian terjadi ketika sumber daya ekonomi pasangan kurang lebih setara dan tanggung jawab finansial mereka antara satu sama lain relatif kecil (Rogers, 2004). Perceraian melahirkan lebih banyak perceraian. Orang dewasa dengan orang tua yang bercerai lebih cenderung mengantisipasi bahwa pernikahan mereka tidak akan bertahan (Glenn & Marguardt, 2001). Perceraian bukanlah peristiwa tunggal. Perceraian merupakan suatu proses. Mengakhiri bahkan sebuah pernikahan yang tidak bahagia dapat menyakitkan, terutama bila melibatkan anak. Perceraian cenderung mengurangi kesejahteraan jangka panjang, terutama bagi pihak pasangan yang tidak memprakarsai perceraian atau tidak menikah kembali. Satu faktor penting dalam penyesuaian diri adalah pelepasan emosional dari bekas pasangan.
Pernikahan kembali, kata penulis esei Samuel Johnson, “adalah kemenangan harapan atas pengalaman. Secara internasional, angka pernikahan kembali tinggi dan meningkat (Adams, 2004). Keluarga tiri dibangun bukan saja oleh pernikahan kembali tapi juga mulai bertambah oleh mereka yang melakukan kohabitasi. Makin kini pernikahan yang baru dan makin tua anak-anak tiri, makin sulit tampaknya menjadi orang tua tiri. Tetap saja, keluarga tiri berpotensi memberikan suasana yang hangat dan mengasuh, seperti keluarga mana pun yang menyayangi semua anggota keluarganya.
5. Alternatif selain pernikahan “membujang (single life)”
Walaupun ada dewasa awal yang tetap melajang karena mereka belum menemukan pasangan yang tepat, yang lain melajang karena memilih. Makin banyak perempuan sekarang menunjang diri sendiri, dan terdapat lebih sedikit desakan untuk menikah. Beberapa orang ingin tetap bebas mengambil risiko, bereksperimen, dan melakukan berbagai perubahan, berpindah-pindah antara Negara/dunia, mengejar karier, melanjutkan pendidikan mereka/melakukan pekerjaan kreatif tapi harus menguatirkan bagaimana petualangan mereka pemenuhan diri mereka memengaruhi orang lain. Beberapa menikmati kebebasan seksual. Beberapa menganggap gaya hidup tersebut menggairahkan. Beberapa sekedar senang menyendiri dan beberapa menunda/menghindari pernikahan karena takut bahwa pernikahan akan berakhir dengan perceraian. Penundaan masuk akal karena, seperti kita akan lihat, makin muda seseorang ketika menikah, makin besar kemungkinan mereka berpisah.
Sumber :
http://shafashan15.blogspot.com/2012/04/hubungan-interpersonal.html
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)
Feldman, Papalia Olds Human Development: Salemba Humanika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar